Home » Opini Koran » Ancaman Pidana Mati pada Korupsi Bencana Alam

Ancaman Pidana Mati pada Korupsi Bencana Alam

PRAY for Indonesia.

Kalimat tersebut merupakan sebuah rangkaian kata yang memberikan makna dukungan bagi Indonesia yang telah dirundung berbagai bencana. Gunung Merapi yang meletus, Tsunami di Mentawai, banjir bandang di Wasior, serta berbagai bencana yang memang merupakan kehendak tuhan. Kalimat tersebut bahkan muncul dalam dunia Internasional.

Pada akhirnya tidak hanya dari Indonesia, tetapi dari dunia internasional terhisap magnet Pray for Indonesia. Bantuan untuk para korban bencana alam kemudian mulai tersalurkan dengan jumlah miliaran, bahkan triliunan rupiah. Hal ini memacu pemerintah pusat maupun daerah setempat daerah terjadinya bencana untuk mengkordinir penggalangan dana tersebut.

Dalam pengelolaan dana tersebut tidak dapat dipungkiri terjadinya penyimpangan. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan di Indonesia telah memeberikan ancaman yang tinggi pada para pelaku penyimpangan dana di saat bencana tersebut, Ancaman Pidana Mati.

Pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta rupiah dan paling banyak Rp1 miliar rupiah. Dari pasal tersebut dapat diambil tiga unsur utama dalam tindak pidana korupsi.

Sifat melawan hukum, perbuatan yang memperkaya diri sendiri, korporasi, atau orang lain, dan terakhir dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Pada pengelolaan dana bencana sangat dimungkinkan seorang pengelola mengambil dana tersebut sebagian tanpa prosedur yang benar. Hal tersebut disebabkan dana bencana yang pengelolaannya diadakan secara isidentil, belum terkordinasi dan terawasi dengan baik. Dalam hal tersebut unsur melawan hukum telah terpenuhi.

Seorang pengelola dana tersebut sangat dimungkinkan berkordinasi dalam suatu kelompok pada proses penyimpangan terhadap dana tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah pengambilan uang. Motivasi-motivasi yang timbul jelas untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi atau kelompok yang melakukan penyimpangan tersebut. Dalam hal ini unsur menguntungkan diri sendiri, korporasi, atau orang lain telah terpenuhi.

Pemerintah merupakan pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab dalam Penanganan Bencana alam. Oleh karena itu, segala dana dari dalam maupun luar negeri selayaknya merupakan tanggung jawab negara.

Penyimpangan dana yang dilakukan terhadap dana penganggulangan bencana dapat merugikan Negara dalam melakukan penanggulanan bencana alam. Oleh karena itu, jelas terdapat unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam penyimpangan dana bencana alam.

Dalam setiap rumusan delik korupsi sangat cocok dengan penyimpangan dana bencana alam. Hanya saja sanksi dalam pasal 2 ayat 1 UU PTPK paling tinggi hanyalah pidana seumur hidup. Keadaan bencana alam merupakan alasan pemberat yang seharusnya dapat menambah sanksi pidana.

Pada pasal 2 ayat 2 Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi (PTPK) dinyatakan “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan  dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”. Pada pasal ini jelas terlihat peluang dijatuhkannya sanksi pidana mati pada tindak pidana korupsi.

Oleh karena itu perlu diperjelas klausul dalam keadaan tertentu. Pada penjelasan pasal 2 ayat 2 tersebut dinyatakan “Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, Bencana Alam Nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Pada dasarnya jelas ketika penyimpangan dana bencana alam dalam bentuk tindak pidana korupsi dilakukan, maka pidana mati merupakan pilihan pidana satu-satunya yang dimiliki oleh seorang hakim dalam menegakan keadilan. Hal tersebut didasari untuk menutup dan memberikan ketakutan pada setiap orang untuk melakukan tindak pidana korupsi dalam kondisi bencana alam.

Harapannya semoga penaggulangan bencana alam di Indonesia tidak diwarnai tindak pidana korupsi. Sehingga penanggulangan bencana alam di Indonesia berjalan lancar dan segera terselesaikan.

Fiat Justicia et Pereat et Mundus

M.F. Akbar

Mahasiswa Fakultas Hukum

Bagian Hukum Pidana

Universitas Gadjah Mada

dimuat di okezone.com pada 11 November 2010.

OKEZONE http://kampus.okezone.com/read/2010/11/11/367/392319/ancaman-pidana-mati-dalam-proses-tanggap-bencana